persaudaraan setia hati winongo madiun

persaudaraan setia hati winongo madiun
STK ngadirojo

Selasa, 08 Januari 2013

Sejarah dan Perjalanan Persaudaraan setia hati winongo



Latar Belakang Pemisahan Beberapa Murid Tertua Dari Persaudaraan Setia Hati tunas muda Winongo Madiun.


Persaudaraan Setia Hati didirikan oleh Ki Ngabehi Soerodiwirjo pada th.1903 dikota Surabaya, setelah beliau pulang dari perantauannya menuntut ilmu ke Jawa Barat, Bengkulu, Sumatra Barat dan Aceh.
Semula namanya bukan Setia Hati akan tetapi ‘Sedulur Tunggal Kecer’ dengan permainan pencaknya dinamakan ‘Joyo Gendilo Cipto Mulyo’. Tentang riwayat lengkap pendiri telah kami ceriterakan pada buku peringatan yang lain.





a. Pada Th.1914 beliau mendapat surat dari saudara ‘Tunggal Kecer’ di Surabaya untuk dicarikan kerja pada Jawatan Kereta Api di Kalimas ( Mulai th.1912 beliau berada di Tegal ). Kerja setahun di Kalimas Surabaya, beliau dipindahkan kerja di Madiun yaitu di Bengkel Kereta Api Madiun.
Dikota Madiun ini Ki Ngabehi Soerodiwiryo tidak tinggal diam, beliau mengajar pencak silat dengan nama sama ‘sedulur tunggal kecer’.
b. Pada Th.1917 Saudara saudara pegawai KA dari bengkel KA dan pegawai Topografi Madiun juga minta pelajaran ‘pencak silat’ dan atas kesepakatan bersama seluruh kadang STK beliau mengganti nama persaudaraan menjadi Persaudaraan Setia Hati.
Setelah perubahan nama ini Persaudaan dikenal dengan nama SH Winongo disebabkan Ki Ngabehi Soerodiwirjo bertempat tinggal didesa Winongo Madiun.

Persaudaraan Setia Hati ( SH Winongo ) memang mendapatkan hati di masyarakat waktu itu, namun kurang dapat berkembang.
Ini semua disebabkan karena persaudaraan bersifat ‘paguyuban’ yang terlihat di SH Winongo, jadi bukan merupakan ‘organisasi persaudaraan’. Juga didalam Persaudaraan SH Winongo dikehendaki ‘Sang Juru Kecer Tunggal’ yang melaksanakan tugas pengeceran para warga baru.
Ki Ngabehi Soerodiwiryo merupakan ‘Central Figur’ dari SH Winongo, sedangkan pada saat itu telah ada beberapa siswa tertua yang telah menerima ‘Ilmu Setia Hati’ sampai dengan tataran 3e trap (tingkat-3).
Dan yang terutama lagi didalam kenyataan para saudara yang berlatih di SH Winongo waktu itu hanya terdiri dari para bangsawan dan para Pangreh Projo (pegawai pemerintah pada jamannya), sehingga rakyat jelata yang kurang mampu sukar dapat menjadi warga dari SH Winongo.
Beberapa saudara tertua dari SH Winongo yang sudah menamatkan pelajarannya dari Ki Ngabehi Soerodiwirjo, antara lain Bapak Moenandar Hardjowijoto dari Ngrambe Ngawi dan Bapak Hardjo Oetomo dari desa Pilangbango Madiun.
Beliau-beliau tersebut mempunyai pandangan yang lain tentang arti persaudaraan didalam masyarakat, dimana beliau beliau tersebut mempunyai ‘jiwa kebangsaan’ dan rasa patriotisme yang tinggi terhadap penderitaan rakyat ditengah tengah penindasan dan kesewenang wenangan penjajah Belanda saat itu.
Jiwa Patriotisme yang tinggi ini ditunjukkan Bpk.Hardjo Oetomo dengan bantuan teman temannya dari desa Pilangbango Madiun, dengan penuh rasa keberanian menghadang rangkaian kereta api yang lewat membawa tentara Belanda ataupun mengangkut perbekalan militer Belanda dari satu kota kekota lain.
Rangkaian Kereta Api itu dilempari dengan batu batu besar yang mengakibatkan kerusakan dan kepanikan dari pihak penjajah Belanda waktu itu. Kejadian tersebut berulang ulang terjadi sampai akhirnya Bapak Hardjo Oetomo tertangkap PID Belanda dan mendapatkan vonis hukuman kurungan di penjara Cipinang Jakarta selama 8 tahun.
Jiwa Patriotis yang lain juga ditunjukkan Bapak Moenandar Hardjowiyoto dari desa Ngrambe yang mana beliau merasa tidak puas terhadap cara Ki Ngabehi Soerodiwirjo menegakkan aturan persaudaraan di kalangan warga SH Winongo, dimana anggota terbanyak yang bisa masuk sebagai warga hanya dari kalangan ningrat dan pegawai pangreh projo saja.
Klimak dari rasa ketidak puasan ini diperlihatkan sewaktu Ki Ngabehi Soerodiwirjo melatih Sinyo Belanda dan sudah sampai jurus ke-20 tingkat-1. Oleh Ki Ngabehi Soerodiwirjo menyuruh Bapak Moenandar untuk menemani ‘sambung persaudaraan’ dan ternyata oleh Bpk Moenandar, Sinyo Belanda itu dihajar sampai pingsan sehingga menimbulkan kemarahan yang amat sangat dari Ki Ngabehi Soerodiwirjo.
c. Tahun 1932 Bapak Moenandar Hardjowijoto beserta beberapa saudara dari SH memohon idzin ( palilah ) dari Ouweheer Ki Ngabehi Soerodiwirjo untuk mendirikan Persaudaraan Setia Hati yang menggunakan Organisasi sebagai sarana mengatur rumah-tangga, yang pada dasarnya Ki Ngabehi Soerodiwirjo nglegani mengijinkan nya , beliau berjanji akan datang pada Pertemuan –1 Saudara Warga Setya Hati ( SH ) tanggal22 Mei 1932 di Semarang.
Beliau tidak dapat datang pada ‘musyawarah’ di Semarang pada waktu itu karena pergi ke Surabaya dan menimbulkan kekecewaan para saudara SH yang datang, akhirnya diputuskan secara aklamasi dalam musyawarah, berdirinya Pengurus Besar Setia Hati Organisasi ( SHO ) dan Bapak Moenandar Hardjowijoto sebagai ‘Ketua’ nya, dengan tidak berminat mengganggu SH Winongo dibawah kepemimpinan Ki Ngabehi Soerodiwirjo, dengan kata lain ‘berpisah tetapi satu tujuan’.
Dan di dalam kenyataannnya Bpk. Moenandar Hardjowijoto memang sudah di- ijinkan dan di restui Ki Ngabehi Soerodiwirjo untuk berdiri sendiri menjadi Juru Kecer dan memisahkan diri dari SH Winongo.


 

 

Kamis, 20 September 2012

Persaudaraan setia hati tunas muda winongo madiun


 ranting ngadirojo cab. wonogiri

 

sekarang sedang gempar"nya permusuhan antara setia hati Winongo Dan setia hati terate. 

perselisihan trsebut tidak bisa di hindari lagi, walaupun kami semua satu SH tapi kami tidak akan prnah damai sampai mati. 

 

 

sejarah persaudaraan setia hati winongo madiun

 Sejarah persaudaraan "Setia-Hati" disingkat S-H berawal pada tahun 1903 yaitu dengan didirikanya persaudaraan SEDULUR TUNGGAL KECER dikampung Tambak Gringsing-Surabaya oleh almarhum Bpk Ki Ngabehi Soerodwirjo dengan nama kecilnya Masdan. Saat itu nama permainan seni pencak silatnya adalah JOYO GENDILO dan hanya dengan 8 murid didahului oleh 2 saudara yaitu Noto/ Gunadi (adik kandung Ki Ngabehi Soerodwirjo) dan Kenevel Belanda. Pada tahun 1915 nama permainan seni pencak silatnya berubah menjadi JOYO GENDILO CIPTO MULYO. Organisasi itu mendapat hati di kalangan masyarakat pada tahun 1917 setelah melakukan demonstrasi pencak silat terbuka di alun2 kota Madiun dan menjadi populer di masyarakat karena memiliki gerakan unik penuh seni dan bertenaga. Pada tahun 1917 inilah oleh Ki Ngabehi Soerodwirjo diganti nama menjadi PERSAUDARAAN SETIA HATI.

Ki Ngabehi Soerodwirjo wafat pada tanggal 10 Nov 1944, dimakamkan di makam desa Winongo,Madiun. Ibu Soerodwirjo (ibu Surijati) wafat pada tanggal 6 April !969 di makamkan di Winongo juga.

Tujuan/ sasaran SH yang ditempuh adalah : Bela negara, mengolah raga dan batin untuk mencapai keluhuran budi guna mendapatkan kesempurnaan hidup, kebahagiaan dan kesejahteraan lahir dan batin di dunia dan akhirat, dengan jalan mengajarkan SILAT (Pencak Silat) sebagai olahraga atas dasar jiwa yang sehat terdapat pada tubuh yang sehat pula, yaitu dengan meninggalkan semua yang menjadi larangan Allah dan melaksanakan semua perintah-perintahNya (MENS SANA IN CORPORE SANO-AMAR MA'RUF NAHI MUNKAR). SH mengenal falsafah kesosialan tanpa batas dari hindu yang berbunyi TAT TWAM ASI (ia adalah kamu) serta falsafah Jawa KEMBANG TEPUS KAKI (yen dijiwit kroso loro ojo njiwit liyan/ kalau dicubit terasa sakit jangan mencubit orang lain).

Jelaslah bahwa ajaran ini ajaran yang mulia edi peni dan adi luhung. Oleh karena itu tidak mengherankan bagi kita bahwa segala bangsa dan semua agama dapat menerimanya, khususnya bangsa Indonesia.

Sejak tahun 1964, SH mengalami kemunduran, tidak begitu aktif, hal ini tidak lain disebabkan keadaan juga, sebagian besar saudara2 SH sudah banyak yg lanjut usia, ditambah lagi dengan semakin kurangnya penerimaan saudara baru. Banyak saudara SH yang sudah sepuh satu persatu meninggal dunia, sedangkan yang masuk menjadi saudara SH dapat dikatakan hampir tidak ada. Kalau keadaan yg demikian dibiarkan terus-menerus maka SH lambat laun akan mengalami kepunahan.

Untuk menghindari hal tersebut serta untuk melestarikan ajaran yang edi peni dan adi luhung tersebut, maka pd tanggal 15 Oktaber 1965 bapak Soewarno merasa terpanggil untuk bergerak (mengaktifier) kegiatan2 SH dengan serentak. Gerakan ini mendapat perhatian yang besar dari para pemuda dan dukungan yang kuat dari masyarakat, yang akhirnya berdaya guna untuk membantu HANKAM serta ikut Memayu Hayuning Bawono, membantu negara/ pemerintah dalam bidang ketertiban dan keamanan.

Dengan meningkatkan latihan jasmani (pencak) dan latihan rohani (iman dan takwa kepada Allah), maka dapat diharapkan pemuda kita sebagai generasi penerus akan menjadi kader bangsa yang militan yang sangat berguna bagi kepentingan bangsa dan negara.

Kepada para Tunas Muda "SH" diajarkan pelajaran pencak silat yang berasal dari para pendekar terkenal (sembilan orang pendekar) dan yang terakhir dari bapak Ki Ngabehi Soerodwirjo, saudara tertua dalam Persaudaraan "Setia Hati" Winongo. Dengan metode ini maka seluruh pelajaran dengan mudah diserap oleh para Tunas-Tunas Muda yang dapat berhasil dengan sukses.

Dalam penerimaan SH Tunas Muda harus dilakukan pengesahan terlebih, dengan di sahkan seseorang akan resmi menjadi warga. Karena ilmu-ilmu SH hanya boleh diketahui oleh warganya dan dilarang mengajarkanya kepada yang bukan warga. Untuk pelajaran tingkat lanjut baik itu akan diikuti atau tidak oleh seorang warga, itu merupakan kesadaran dari warga tersebut karena dalam SH tidak ada paksaan.

Persaudaraan Setia Hati Tunas Muda Winongo selain di Madiun tidak pernah membuka perguruanya dimanapun seperti perguruan silat yang lain, jika ada itu hanyalah sebagai tempat berlatih dan silaturahmi saja. Seluruh saudara baru Persaudaraan Setia Hati Tunas Muda Winongo baik dari Madiun, luar Madiun bahkan Mancanegara untuk menjadi saudara harus datang dan diKECER di Madiun, Jawa Timur. Hal ini untuk menjaga kemurnian aliran S-H mereka
dan itulah yang menjadikan ikatan persaudaraan dalam perguruan ini sangat indah.